KH. Muhammad Aini yang sudah lazim pula di kenal dengan sebutan nama
tuan guru H. Ayan, lahir di Pematang Karangan pada menjelang subuh harin
Senin tanggal 12 Rabiul Awwal 1351 H
atau pertepatan tahun 1933 M. ayahandanya bernama H. Ali bin H. Sanusi
yang berasal dari Kampung Sungai Rutas, kecamatan candi laras selatan
dan ibundanya bernama Basrah putri H. Badar yang berasal dari Pematang
Karangan, Kecamatan Tapin Tengah.
Ia dilahirkan dari keluarga yang
taat beragama dan sangat memperhatikan pentingnya pendidikan agama.
Sehingga hal ini merupakan salah satu faktor yang sangat mendukung
keberhasilan beliau dalam bidang ilmu pengetahuan agama, dan disiplin
yang tinggi denganpenuh kasih sayang dari kedua orang tuanya. Meskipun
kehidupan orangnya yang berada pada sebuah yang cukup terpencil dan
kondisi ekonomi yang pas-pasan. Mata pencaharian orang tuanya hanya
sebagai petani, namun mereka mepunyai kawasan yang luas tentang arti
pentingnya pendidikan terutama pendidikan agama.
1. Riwayat Pendidikan
Setelah tampak pertumbuhan bakat dan kecerdasannya terutama dalam hal
pemahaman agama dan semangat yang tinggi untuk memperdalam ilmu-ilmu
agama. Maka orang tuanya senantiasa meberikan dorongan dan dukungan
untuk terus belajar guna mencapai pengetahuan ilmu agama yang tinggi.
Ternyata apa yang diharapkan oleh orang tuanya agar anaknya menjadi
orang yang berilmu dapat disikapi dan dipenuhi oleh Muhammad Aini. Hal
ini telah terbukti menamatkan pendidikan, baik formal maupun non-formal,
bahkan ia dapat menuntut ilmu sampai akhir hayat. Adapun pendidikan
yang pernah ia tempuh adalah :
- Pendidikan Dasar (Volks School)
Volks School adalah lembaga pendidikan untuk tingkat dasar pada jaman
penjajahan Jepang yang berada di kampung Pandahan sekitar ± 4 km dari
kampung Pematang Karangan. Ia belajar di sekolah tersebut selama 3 tahun
yang dimulai dari tahun 1942 sampai 1943.
- Madrasah Kulliyatul Mu’alimin (KMI)
Madrasah Kulliyatul Mu’alimin (KMI) merupakan lembaga pendidikan agama
yang berada di kampung Tambaruntung. Ia menuntut ilmu di Madrasah ini
selama 5 tahun mulai dari tahun 1945 sampai 1949. Seiring dengan
kecerdasan dan bakatnya dalam permasalahan agama. Di samping belajar
Madrasah Kulliyatul Mu’alimin, ia juga memperdalam ilmu agama seperti
tauhid, fiqih, akhlaq, tasauf dengan datang ke rumah guru beliau.
Adapun guru-gurunya antara lain :
Tuan guru H. Abdullah Shiddiq, ia pernah bermukim dan menuntut ilmu agama di mesir selama ±10 tahun.
Tuan guru H. Hidayatullah, pendiri dan pengasuh Madrasah Kulliyatul Mu’alimin di Tambaruntung.
Tuan guru H. Bijuri, ia di samping sebagai guru juga adalah mertua Tuan guru H. Muhammad Aini.
Tuan guru H. Samsuni di Tambaruntung
Tuan guru H. Ali Mansur di Limau gulung Timba’an
Tuan guru H. Mahfuzh
Tuan guru H. Asy’ari di serawi
Tuan guru H. Asmuni di Tambaruntung
- Menuntut Ilmu Kepondok Pesantren Darussalam, Martapura
Setelah menamatkan pendidikan agama di Madrasah Kulliyatul Mu’alimin
(KMI) di desa Tambaruntung selama 5 tahun, ia kemudian meneruskan
pendidikan di Pondok Pesantren Darussalam, Martapura. Menjalani
pendidikan yang terpisah dengan kedua orang tua, bekal yang diberikan
agar sedapat mungkin untuk mencukupi karena orang tua hanya sebagai
petani.
Namun meski demikian, dengan niat yang tulus dan ikhlas,
tekad dan kemauan yang keras untuk memperdalam ilmu pengetahuan.
Dukungan orang tua serta do’a yang disampaikan, maka kendala pada waktu
itu dapat dilalui dengan kesabaran dan tawakkal. Berkar sabar dan
tawakkal itulah kesuksesan dapat diraih yaitu dengan menamatkan
pendidikan di Pondok Pesantren Darussalam, Martapura tersebut selama 6
tahun yang dimulai tahun 1950 sampai tahun 1956.
Ia dikenal sebagai
seorang yang sangat dicinta denga ilmu, karena sejak kecil oleh orang
tua ditanamkan sikap dan dorongan untuk terus menerus menuntut ilmu
khususnya ilmu agama islam, baik secara formal maupun mengaji kepada
guru-guru agama. Hal inipun ia lakukan tatkala menuntut ilmu di Pondok
Pesantren Darussalam, di samping menuntut ilmu secara formal di
pesantren, ia juga memperdalam berbagai cabang ilmu dengan cara
mendatangi guru-guru.
Adapun guru-guru yang pernah mengajarinya baik
di Pondok Pesantren maupun di tempat guru selama menuntut ilmu si
Martapura, antara lain:
KH. Semman Mulia
KH. Syarwani Abdan
KH. Husein Qadri
KH. Salman Djalil
KH. Salim Ma’ruf
Tuan guru H. Muhammad Ramli
Tuan guru H. Azhari/ guru Jahri
Tuan guru H. Salman Yusuf
Tuan guru H. Marzuki
10. Tuan guru H. Muhammad Nasrun Thahir yang merupakan guru dalam bidang qiraat al-Quran.
Selepas ia menuntut ilmu di pondok pesantren Darussala, Martapura
ternyata bukan akhir kegemarannya dalam menuntut ilmu-ilmu agama. Ia
secara rutin dan istiqamah mengikuti pengajian yang dipimpin oleh KH.
Muhammad Zaini (guru sekumpul) putra Abdul Ghani putra Abdul Manaf putra
Mufti H. Muhammad Khalid putra al-‘Alim al-‘Allamah Hasanuddin putra
Syeikh Maulana Muhammad Arsyad al-Banjari, di samping mengaji kepada KH.
Semman Mulia.
Selama kurun waktu 24 tahun beliau mengikuti
pengajian agama yang dipimpin KH. Muhammad Zaini putra Abdul Ghani (guru
sekumpul) yakni mulai tahun 1976 sampai beliau mendekati akhir hayat.
Beliau mulai mengikuti pengajian guru sekumpul yang dimulai dari lokasi
di daerah Keraton Martapura sampai yang dilaksanakan di Mushalla
ar-Raudhah, Sekumpul, Martapura.
Sikap yang ditanamkan oleh kedua
orang tuanya ternyata sangat melekat pada kepribadiannya, sehingga tidak
heran kalau ia sangat memperhatikan masalah pengaturan waktu yaitu
kapan untuk keluarga, mengajar ilmu (dakwah) serta menuntut ilmu.
Lebih-lebih selama pada saat ia mengaji/berguru secara khusus kepada KH.
Muhammad Zaini putra Abdul Ghani (guru sekumpul) sekaligus yang
memimpin rohaninya. Dalam suatu kesempatan ia pernah mengatakan
“Alhamdulillah semangatku untuk menuntut ilmu tidak pernah berubah
semenjak dulu hingga sampai ke usia tua, yang berubahhanya kondisi
tubuh, kalau semangat malah semakin meningkat”.
Hal ini merupakan
wujud dari pengalaman dari kandungan ajaran Rasulullah saw, seperti
sabda Rasulullah, yang artinya : Tuntutlah ilmu dari buaian (ayunan)
sampai ke liang lahat
Dari perjalanan waktu yang cukup panjang dalam
menggali dan memperdalam ilmu begitu sarat dan banyak ilmu serta amalan
beserta sanad-sanadnya yang ia peroleh dari KH. Muhammad Zaini
putra Abdul Ghani (guru sekumpul). Sehingga dengan penuh hormat dan
tawadhunya terhadap guru-gurunya, ia sering mengatakan “Bahwa keadaan
kehidupanku ini, Alhamdullah, semuanya berkat peguruan’ (guru-guru
beliau)”.
Hal ini menunjukkan betapa besar rasa hormat, adab dan
tawadhunya kepada guru-gurunya sehingga tidak heran pula beliau sangat
disayangi dan dicintai oleh guru-gurunya. Bukti bahwa guru begitu sayang
kepadanya adalah ketika ia menunaikan rukun islam yang kelima (naik
haji) guru sekumpul seringa menyebut namanya padahal ia tidak berada di
pengajian tersebut. Demikian juga ketika guru sekumpul masih hidup dan
tuan guru H. Muhammad Aini sudah meninggal dunia, anak
cucunya diundang ke kediaman guru sekumpul ketika hendak pulang, Guru
sekumpul berpesan kepada anak tertua titip salam kepada Tuan guru H.
Muhammad Aini (tuan guru H. Ayan)
2. Sikap Kepribadian
Seperti diketahui, setelah menamatkan pendidikan pada Pon-Pes Darussalam
Martapura, ia kembali ke Kampung halaman membawa bekal ilmu yang cukup
untuk menjalani kehidupan sebagai seorang petani disamping berhikmat
dengan ilmu karena menurut beliau ilmu adalah untuk diamalkan dengan
ikhlas bukan sebagai tujuan dan hujjah tetapi ilmu sebagai jalan untuk
mencapai tujuan dan mendapatkan ridha Allah SWT, ia kawin dengan Hj.
Siti Aminah putri H. Bijuri yang merupakan anak gurunya.
Dari perkawinan tersebut melahirkan 9 orang anak, yaitu:
- Tuan guru H. Ibrahim
- Hj. Rahmah
- Ustaz H. Muhammad Hasnan
- Ustaz H. Muhammad Syahminan
- Hj. Hamdanah
- H. Muhammad Thahir Zaki
- Hj. Rafikah
- Arfah
- Hj. Rajabiah
Figur KH. Muhammad Aini (guru Ayan) putra H. Ali sungguh mempunyai
kehidupan dan kepribadian yang mengagumkan. Sebagi muballigh, dai
terkenal sekaligus ulamaa-il ‘aamilin, ia mampu menjalin hubungan baik
dan harmonis dengan siapa saja, baik dari kalangan pemerintah maupun
masyarakat biasa.
Sebagai tokoh kharismatik, ia tidak pernah
menginginkan kedudukan/menjadi pegawai atau pejabat di lungkungan
pemerintahan. Namun beliau sangat mendukung kebijakan pemerintahan yang
adil, baik dan benar. Begitu pula halnya dengan masalah politik, ia
mampu bersikap netral dan beliau lebih memilih kedudukan non-formal
sebagai tokoh ulama yang mengayomi semua kelompok dan golongan serta
membawa masyarakat menuju khairal ummah.
Hal ini merupakan suatu
pilihan sikap yang sangat berani, tegas dan konsekuen (istiqamah),
dimana saat pemerintahan pada masa itu ada kecenderungan menjadikan
ulama untuk kepentingan pemerintah dan politik. Di samping itu dalam
beramar ma’ruf nahi munkar, ia selalu bersikap jujur apa adanya. Ia
selalu mengatakan kalau yang benar itu benar dan yang salah itu salah.
Beliau juga mempunyai sikap yang sangat disiplin dan teguh memegang
janji, ia sangat tidak suka didustai apalagi berdusta kepada orang lain.
Dari pergaulan, ia telah banyak memberikan contoh teladan karena dalam
pergaulannya di masyarakat senantiasa membawa misi/tujuan tertentu untuk
kemaslahatan masyarakat.
Sebagai ilustrasi (gambaran) suatu ketika
ia pernah membaur dengan masyarakat mengadakan kegiatan permaian rakyat
“bagasing”. Masyarakat bingung mengapa ia ikut bermain gasing, malah
dalam suatu pengajian murid bertanya hukumnya dari sisi agama bermain
gasing. Ia tidak menjawab karena tujuan untuk menjalin silaturrahmi
masyarakat yang kurang harmonis masih berjalan dan diupayakan. Setelah
masyarakat kembali dapat menjalin silaturrahmi dan mempererat ukhuwah
Islamiyah di tengah-tengah kondisi lapisan masyarakat, akhirnya apa yang
dilakukannya bertujuan untuk kepentingan kemaslahatan umat.
Kejadian diatas merupakan bentuk dalam mengikuti orang-orang saleh
tedahulu dalam berdakwah menyesuaikan kegemaran yang dilakukan oleh
masyarakat pada waktu itu. Kalu Wali Songo berdakwah dengan wayangnya,
maka ia mempererat dan memperkokoh kesatuan dan persatuan melalui
kegiatan “bagasing”.
Pada sisi lain, dalam kehidupan bermsyarakat,
ia dikenal dekat dengan masyarakat. Karena ia memang ingin dapat
merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Sehingga tidak jarang juga
melakukan apa yang dilakukan kebanyakan masyarakat seperti bertani,
menagkap ikan dengan cara memancing, menjambih, mendandang serta
mahalawit. Ini semua merupakan bentuk “riyadhah” dalam menapaki jalan
para orang shaleh dan para ulama yang menghimpun antara syariat,
thariqat dan haqiqat serta ma’rifat.
3. Usaha Pengembangan Syiar Islam
- Bidang Dakwah
Mayarakat Pematang Karangan sejak dahulu termasuk masyarakat yang
religius (agamis). Sejak 10 tahun yang lalu di Pematang Karangan telah
berlangsung Kegiatan “Babacaan” atau pengajian agama yang istilah
sekarang disebut dengan majelis taklim yang dipimpin oleh tuan guru H.
Bijuri putra Dalusman setiap hari Jum’at pagi yang bertempat di Mushalla
(langgar) Darul Aman. Tuan guru H. Bijuri dengan penuh kesabaran
membimbing masyarakat Pematang Karangan dan sekitarnya dengan berbagai
macam ilmu agama seperti, tauhid, fiqih, dan tasauf.
Sekitar tahun
1968, tuan guru H. Bijuri berpulang kerahmatulah dalam usia ±80 tahun
dan di makamkan di samping mushalla Darul Aman yang dibangunnya. Setelah
meninggalnya tuan guru H. Bijuri, maka yang melanjutkan agar tetap
terlaksana syiar islam dan rasa tanggung jawab yang besar terhadap
pentingnya pendidikan agama bagi keluarga dan masyarakat. Oleh sebab itu
keggigatan “babacaan” di Pematang Karangan dilanjutkan oleh tuan guru
H. Muhammad Aini atau yang lebih dikenal dengan sebutan tuan gur H. Ayam
dan ia juga merupakan menantu dari tuan guru H. Bijuri.
Setelah
berjalan beberapa tahun di bawah asuhan Tuan Guru H. Muhammad Aini (Tuan
Guru H. Ayan) ini mengalami perkembangan dan berjalan sangat pesat.
Pada awalnya ketika dipimpin oleh Tuan Guru H. Bijuri dilakukan setiap
Jum’at pagi, pada masa Tuan Guru H. Ayan kemudian ditambah pada Jum’at
malam untuk perempuan dan sabtu malam untuk umum yang didahului dengan
pembacaan syair-syair mauled al-Habsyi.
Dalam perkembangannya memang
beberapa kali terjadi perubahan waktu kegiatan, karena ia menyesuaikan
dengan pengajian yang dipimpin oleh Guru Sekumpul (KH.
Muhammad Zaini putra Abdul Ghani) di Sekumpul, Martapura. Perubahan itu
berlangsung beberapa kali seperti dilaksanakan pada rabu malam kemudian
pada senin malam dan akhirnya dilakukan pada selasa malam.
Figur
Tuan Guru H. Muhammad Aini (H. Ayan) dikalangannmasyarakat Pematang
Karangan dan Kabupaten Tapin umumnya adalah merupakan ulama yang
kharismatik. Sehingga pengajian yang dipimpin olehnya jumlah jemaahnya
selalu bertambah banyak hingga mencapai puluhan ribu orang. Desa
Pematang Karangan yang dulunya kurang dikenal, setelah adanya pengajian
yang dilakukan oleh Tuan Guru H. Muhammad Aini ini makin dikenal bukan
saja yang ada di Kabupaten Tapin, tetapi sampai Daerah Hulu Sungai.
Beliau dalam memberikan pelajaran agama (pengajian) di samping di rumah
dan mushalla Darul Aman, ia juga meluangkan waktu untuk memberikan
pengajian agama secara rutin dan bergiliran dimana-mana tempat
masyarakat yang menghajatkan baik di mesjid, mushalla atau di
sekolah-sekolah.
Selain itu juga, ia sering mengabulkan
hajat/undangan masyarakat untuk memberikan ceramah agama baik di mesjid,
mushalla, madrasah/sekolah maupun di kantor-kantor pemerintah. Ia juga
merupakan seorang da’i/ muballigh yang terkenal pada masa itu tidak saja
di Kalimantan Selatan . tetapi juga di Kalimantan Timur dan di
Kalimantan Tangah. Beliau aktif melaksanakan dakwah/tabligh akbar yang
dilakukan secara berpindah-pindah dari satu tempat ketempat lainnya
uktuk memberikan pencerahan/siraman rohani guna memantapkan keyakinan
agama islam dan pengalamannya pada masyarakat.
Tempat yang dilakukan
dalam kegiatan tabligh bukan saja di kota tetapi juga dilakukan di
desa-desa bahkan sampai pelosok daerah terpencil sekalipun. Untuk
mencapai tujuan ada yang menggunakan kendaraan bermotor, sepeda, perahu
(kelotok) bahkan juga harus dilakukan dengan jalan kaki.
Ditengah
kesibukannya memberikan pengajian dan berdakwah, ia juga tetap aktif
memperdalam ilmu agama dan berguru kepada KH. Seman Mulia, Keraton,
Martapura dan KH. Muhammad Zaini putra Abdul Ghani (guru Sekumpul).
Setelah kurun waktu selama ± 17 tahun ia melaksanakan kegiatan dakwah
umum untuk masyarakat, kemudian beliau menghadap KH. Seman Mulia untuk
memohon petunjuk dan bimputragan sekaligus memperdalam ilmu agama.
Atas berkat nasehat KH. Seman Mulia yang mengatakan kepada Tuan Guru H.
Muhammad Aini putra H. Ali mengatakan : “ untuk memperdalam ilmu nyawa
(kamu), maka nyawa (kamu) unda (aku) serahkan kepada Anang (panggilan
kesayangan pada KH. Muhammad Zaini putra Abdul Ghani sekaigus yang akan
memimpin nyawa (kamu) dan nyawa (kamu) memberikan pengajian agama cukup
di rumah dan di langgar (mushalla) saja.
Dengan demikian akhirnya
Tuan Guru H. Muhammad Aini putra H. Ali memutuskan dengan tulus ikhlas
melaksanakan nasehat guru beliau tersebut. Mulai saat itu beliau tidak
lagi melaksanakan pengajian agama di tempat-tempat lain, melainkan hanya
memberikan pengajian di rumah dan mushalla di depan rumahnya. Kalau
dilihat secara keseluruhan waktunya dalam mengajarkan ilmu agama kepada
masyarakat selama ±45 tahun.
Melihat kiprahnya dalam menyampaikan
pengetahuan mengenai agama merupakan sebagai generasi penerus perjuangan
Rasulullah saw (waratsatul anbiya-i). ia membaktikan seluruh hidup
secara konsisten (istiqamah) menetapi jejak sunah Nabi saw. Untuk
pengembangan dakwah dan syiar islam serta berkhidmat dengan ilmu yang
penuh keikhlasan, rajin, cermat, dan tanpa pamrih.
Segala niat,
sikap dan amal ibadah perjuangan beliau, semoga Allah AWT senatiasa
memberikan nilai positif dengan ganjaran tempat yang mulia di sisi-Nya.
Amin.
4. Bidang Pendidikan/Pendirian Pesantren
Sebagaimana diketahui bahwa Tuan Guru H. Muhammad Aini putra H. Ali
dikenal sebagai seorang yang sangat cinta dengan ilmu. Atas dasar
kecintaanya dengan ilmu itulah yang melahirkan ide-ide/gagasan untuk
mengembangkan syiar islam dan ilmu pengetahuan agama melalui Lembaga
Pendidikan Islam. Hal ini juga melihat keadaan sosial keagamaan pada
masyarakat Pematang Karangan dan belum adanya Lembaga Pendidikan Islam
yang memadai kecuali Pon-Pes Darussalam di Martapura.
Ide/gagasan
yang cemerlang tersebut disambut baik oleh adik iparnya Tuan Guru Abdul
Jalil putra Tuan Guru H. Bijuri yang bermakam di dalam kubah samping
mushalla Darul Aman pada tanggal 10 Agustus 1985/24 Zulqaidah 1405 H,
mulailah direalisasikan ide tersebut oleh Tuan Guru H. Muhammad Aini
uang didukung oleh Tuan Guru Abdul jalil. Dalam pendiria pesantren ini
juga dibantu oleh Guru H. Abdullah, Guru H. Asnawi, Guru H.
Ibrahim (anak), Guru H. Muhammad Hasnan (anak), Guru H. Abdul Khaliq dan
H. Junaidi Naseri (menantu) beserta komponen masyarakat lainnya.
Lembaga Pendidikan Islam tersebut diberi nama “Pesantren Sulubussalam”
dan pada tahap awalnya menyelenggarakan pendidikan untuk tingkat
Madrasah Diniyyah Awwaliyah.
Pada s aat pertama dibuka dan belum
mempunyai gedung sabagai tempat belajar, maka sementara meminjam tempat
di Balai Desa Pematang Karangan. Namun berkat kegigihan beliau bersama
panitia pembangunan yang didukung oleh komponen masyarakat serta
pemerintah dalam waktu yang relatif singkat dapat dibangun dua buah
ruang belajar santri. Seiring dengan perkembangan dan dinamika tuntutan
masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya di pesantren ini disikapinya
dengan mengembangkan secara terus menerus, baik segi fisik maupun
sarana prasarana serta guru-guru pengajar.
Setelah berjalan selama 5
tahun sejak didirikan pada tahun 1985, perkembangan pesantren berjalan
cukup pesat, hai ini denga kebanyakan santri yang sekolah di pesantren
ini. Maka memenuhi serta tuntutan masyarakat akan perlunya lanjutan dari
Madrasah Diniyah Awwaliyah, pada tahun 1990 dibuka jenjang pendidikan
tingkat Madrasah Diniyah Wustho (3 tahun).
Alhamdulillah, kini
pesantren Sulubussalam, Pematang Karangan telah mengalami perkembangan
yang cukup pesat, diman apada tahun ajaran 2005/2006 santrinya berjumlah
2.152 orang yang didukung 33 orang guru dan fasilitas ruang belajar
sebanyak 33 kelas. Kondisi ini tidak terlepas dari figur KH. Muhammad
Aini putra H. Ali dengan ikhlas berjuang dengan tenaga, pikiran dan
harta selaku pendiri, pimpinan sekaligus pengasuh. Hal ini juga tidak
terlepas dari usaha kerja keras dari penerus kepemiminannya beserta
komponen masyarakat dan pemerintah.
5. Berpulang Ke Rahmatullah
Pada saat usia Tuan Guru KH. Muhammad Aini putra H. Ali ± 67 tahun, ia
mulai sakit-sakitan dan akibat sakit yang dialami sempat beberapa hari
dirawat di Rumah Sakit Sari Mulia, Banjarmasin. Kemudian pindah ke Rumah
Sakit Umum Ulin, Banjarmasin. Setelah menglami perawatan di Rumah sakit
beberapa hari, ia meminta untuk pulang ke Rantau, dalam perjalanan
pulang menuju Rantau tersebut sampai Martapura ia menghembuskan nafas
terakhir melepas roh yang suci, Inna lilahi wa inna ilahi raji’un.
Ia kembali menghadap ke hadirat Allah pada malam senin 21 Jumadil Awwal 1421 H/20 Agustus 2000 pukul 23.45 WITA.
Ia di makamkan di samping mushalla Darun Aman, desa Pematang Karangan,
Kecamatan Tapin Tengah pada siang senin esok harinya sekitar pukul
15.30 WITA menjelang shalat Ashar.
Kini ulama yang ‘waratsatu
an-biya’i’ tersebut telah tiada, namun meski demikian semoga kita dapat
mewarisi semangat dan meneladani sikap kepribadian dan perjuangan
beliau.
Semoga segala amal baik dan ibadah beliau diterima Allah
dengan ganjaran maqom (tempat) yang mulia disisi-Nya. Serta kita semua
senantiasa mendapat petunjuk, bimbingan dan ridho Allhan berkat
kemuliaan beliau dan guru-gurunya. Amin ya Rambal’Alamin.
6. Keramat
Guru H. Muhammad Aini atau yang biasa disebut dengan Tuan Guru H. ayamn mempunyai kelebihan seperti :
- Apabila berkehendak dikabulkan oleh Allah SWT
Pernah tejadi ketika ingin menunaikan ibadah haji untuk yang kedua
kali, uang yang ada hanya cukup untuk satu orang saja sedangkan
isterinya berkeinginan juga untuk ikut menunaikan rukun islam yang
kelima. Pada waktu itu setor haji mendekati keberangkatan boleh saja
melunasi tidak seperti sekarang harus setor duluan itupun harus menunggu
beberapa tahun karena banyaknya masyarakat yang ingin menunaikan ibadah
haji. Sementara menunggu setoran haji, rejeki yang didapat tidak
terhingga datangnya, akibatnya dari rejeki yang diperoleh tersebut
uangnya cukup untuk dua orang. Bahkan rejeki yang didapat itu cukup
untuk bekal selama menunaikan ibadah haji.
- Kubur diziarahi Orang
Banyak masyarakan yang datang ke kuburnya untuk berziarah dan
mengabulkan hajat serta memanjatkan do’a. orang yang datang ke kuburnya
ada yang membawa kain kuning untuk diletakkan. Ada masyarakat yang
datang membaca Yasin dan bertahlil, dan mereka yang berziarah bukan saja
masyarakat yang ada di rantau melainkan juga mereka yang berasal dari
luar daerah Tapin.
- Memberi Air Tawar (air yang diberi doa)
Masyarakat banyak yang datang ke rumahnya dengan berbagai macam
keinginan dan permohonan, mulai dari masalah rumah tangga sampai kepada
meminta air tawar dengan berbagai keperluan (hajat).
- Keperluan Haulan Melimpah
Setiap kali keluarganya akan mengadakan haulan untuk mengenang
meninggalnya beliau yang setiap tahun diadakan haulan. Dalam pelaksanaan
haulan tersebut pihak keluarga tidak terlalu repot memikirkan apa-apa
yang diperlukan untuk haulan. Makanan yang akan diberikan kepada
masyarakat merupakan pemberian dari masyarakat seperti sapi, beras serta
bumbu-bumbu masakan.
Haulan yang dilakukan setiap tahun dibanjiri
oleh masyarakat, bukan saja mereka yang datang yang berasal dari
Kabupaten Tapin melainkan juga mereka yang datang dari luar Kabupaten
Tapin.
- Hujan deras berhenti dengan mendadak
Ini adalah
pengalaman admin Kisah Para Datu dan Ulama Kalimantan sendiri ketika
berada di tempat beliau,waktu itu seperti kebiasaan masyarakat kabupaten
tapin dan masyarakat banjar lainnya setiap malam malam ganjil terakhir
bulan Ramadhan untuk melaksanakan Sholat hajat dan sholat Tasbih pada
waktu sepertiga malam,saat itu yang berhadir sangat banyaknya,tanpa di
sangka sangka ternyata malam itu hujan turun dengan sangat
lebatnya,hingga banyaklah jamaah yang pulang hingga cuma tertinggal
sekitar ratusan orang,saat itu paman admin sendiri berkata,"kita jangan
pulang,kita tunggu saja sampai Abah Guru Keluar rumah,kita buktikan
kalau beliau seorang ulama yang mempunyai keramat Insyaallah hujan akan
berhenti dengan sendirinya,alhamdulillah Allah menjawab keraguan kami
semua,tak lama sebelum waktu acara di mulai beliau keluar dari rumah
tanpa memakai payung (padahal waktu itu hujan masih sangat lebat ),kami
perhatikan beliau memandang ke arah langit,subhanallah...begitu beliau
menjejakkan kakinya ketanah,hujan berhenti dengan tiba tiba,hingga acara
bisa di laksanakan dengan lancarnya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar